Jumat, 02 Maret 2012

KONSEP PEMBELAJARAN PAI DALAM SURAT AL-ALAQ AYAT 1 SAMPAI 5


KONSEP PEMBELAJARAN PAI
DALAM SURAT AL-ALAQ AYAT 1 SAMPAI 5
      
A.    PENDAHULUAN
Sastra dan puisi telah menjadi alat ekspresi manusia dan kreativitas, dalam semua kebudayaan. Dunia juga menyaksikan zaman ketika literatur dan puisi kebanggaan menduduki posisi, mirip dengan yang sekarang dinikmati oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Muslim maupun non-Muslim sepakat bahwa Al-Qur’an adalah sastra Arab par excellence – bahwa itu adalah sastra Arab terbaik di muka bumi. Al-Qur’an, tantangan umat manusia dalam ayat berikut: “Dan jika kamu dalam keraguan Seperti apa yang telah Kami mengungkapkan Dari waktu ke waktu untuk Hamba kami, lalu menghasilkan Soorah Seperti tambahan pula; Dan panggilan Anda saksi atau pembantu (Jika ada) selain Allah, Jika Anda (keraguan) yang benar.
Tetapi jika kamu tidak bisa-Dan dengan pasti Anda tidak bisa. ayam takut neraka Siapa bahan bakar Pria dan Stones – Mana yang disiapkan untuk mereka yang menolak Iman. “[Al-Qur'an 2:23-24] 1 Notasi yang sama diikuti seluruh buku ini. Referensi dan terjemahan al-Quran berasal dari terjemahan dari Al-Qur’an oleh Abdullah Yusuf Ali, edisi revisi yang baru, 1989, diterbitkan oleh Amana Corporation,
Maryland, USA.
Tantangan Al-Qur’an, adalah untuk menghasilkan Soorah tunggal (bab) seperti Soorahs mengandung. Tantangan yang sama diulang di beberapa Al-Qur’an kali. Tantangan untuk menghasilkan Soorah, yang, dalam keindahan, kefasihan, kedalaman dan makna setidaknya agak mirip dengan Soorah al-Quran tetap terpenuhi sampai hari ini.
Seorang pria rasional modern, bagaimanapun, tidak akan pernah menerima agama Alkitab, yang mengatakan, dalam bahasa puitis yang terbaik, bahwa dunia datar. Hal ini karena kita hidup di usia, di mana akal manusia, logika dan ilmu pengetahuan diberikan keutamaan. Tidak banyak yang akan menerima Al-Qur’an itu luar biasa indah bahasa, sebagai bukti asal Ilahiah nya. Setiap Kitab Suci 1 Al-Qur’an 2:23-24 menunjukkan Soorah atau Bab No 2 dan Ayaat atau Ayat 23 dan 24.
Ilmu Al-Qur’an dan Modern.
yang mengaku sebagai wahyu ilahi juga harus diterima pada kekuatan
nya sendiri alasan dan logika.
Menurut fisikawan terkenal dan pemenang Hadiah Nobel, Albert Einstein, “Ilmu tanpa agama adalah lumpuh. Agama tanpa ilmu adalah buta “Mari kita. Oleh karena itu studi Al-Qur’an, dan menganalisa apakah itu Al-Qur’an dan Modern Ilmu yang kompatibel atau tidak kompatibel? Al-Qur’an bukan buku ilmu pengetahuan tetapi buku ‘tanda’, yaitu ayats.
Ada lebih dari enam ribu ‘tanda’ dalam Al-Qur’an yang lebih dari ribu berurusan dengan ilmu pengetahuan. Kita semua tahu bahwa Sains banyak kali mengambil ‘U-turn’. Dalam buku ini saya telah mempertimbangkan fakta-fakta ilmiah hanya didirikan dan tidak hanya hipotesis dan teori-teori yang didasarkan pada asumsi dan tidak didukung oleh bukti.
B.     Karakteristik Surat al-Alaq ayat 1 sampai 5
Al-Qur’an adalah nama suatu kitab yang berisi firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul-Nya, yaitu nabi Muhammad. Sedangkan kata al-Qur’an berasal dari akar kata qara’a yang artinya membaca, dan ayat yang pertama turun itu juga terambil dari kata qara’a, sama seperti akar kata al- Qur’an[1]. Surat al-Alaq merupakan salah satu surat dari  surat dalam al-Qur’an yang diturunkan Allah kepada nabi Muhammad melalui malaikat Jibril, al-Alaq merupakan surat ke 96 dari urutan mushaf Usmani, surat ini diturunkan di Makkah sebelum Nabi hijrah, yaitu ketika Nabi masih tinggal di Makkah bersama paman beliau, yaitu Abdul Muthalib.
Para ulama’ sepakat bahwa surat al-Alaq ayat 1 sampai 5 ini merupakan wahyu yang pertama yang diturunkan Allah kepada nabi Muhammad. Menurut jumhurul ulama’ surat al-Alaq, yang merupakan wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi ini mula-mula turun sebanyak 5 ayat, kemudian ayatayat berikutnya turun setelah ayat yang ke-5 itu. Menurut satu pendapat, lima ayat yang pertama dari ayat ini diturunkan setelah surat al-Fatihah, ketika Nabi berada di Gua Hira’ ketika sedang melakukan kontemplasi dari kerusakan perilaku manusia, akan tetapi pendapat ini tidak masyhur[2].
Thabathaba’in menulis dari konteks uraian ayat-ayatnya, tidak mustahil keseluruhan dari ayatayat surat ini turun sekaligus, sedang Thahir ibn ‘Asyur menyatakan, lima ayat dari surat al-Alaq ini turun pada tanggal 17 Ramadhan, dan pendapatnya ini dianut oleh kebanyakan ulama[3]’. Nabi menerima wahyu yang pertama dari Allah, pada usia 40 tahun, wahyu yang beliau terima itu bermula dari mimpi yang kemudian menjadi kenyataan, beliau menyaksikan cahaya yang cerah ketika subuh muncul, sejak itu beliau senang menyendiri untuk lebih dekat dengan tuhannya, dalam kontemplasinya itu beliau diberi risalah oleh Allah yaitu berupa turunnya risalah pertama kepada Nabi (surat al-Alaq ayat 1 sampai 5), sehingga dengan diterimanya risalah itu, menunjukkan terpilihnya beliau sebagai penyampai risalah dari Allah[4].
Pada masa para sahabat Nabi, nama yang populer atas surat al-Alaq ini yaitu surat Iqra’ Bismi Rabbika, sedang dalam mushaf Usmani disebut surat al-Alaq, dan ada juga yang menamainya dengan sebutan surat iqra’ yang kesemuanya mengambil dari lafad-lafad yang telah disebutkan di dalam surat tersebut. Disebut al-Alaq karena mengambil dari ayat yang ke-2, disebut iqra’ atau iqra’ bismi rabbika mengambil dari lafad ayat yang pertama, disebut alqalam mengambil dari lafad ayat yang ke-4[5]. Ayat-ayat dalam surat al-Alaq ini berjumlah 20 ayat menurut ulama’ Makkah dan Madinah, sedangkan menurut ulama’ Kufah berjumlah 19 ayat, dan menurut ulama’ Syam berjumlah 18 ayat[6].
Surat ini turun pada masa permulaan kenabian Nabi Muhammad, ketika beliau pada waktu itu belum mengetahui kitabullah dan keimanan, Allah mengutus malaikat Jibril untuk mendatangi beliau, dengan membawa risalah yang disampaikan kepada Nabi, serta memerintahkan Nabi membaca walaupun dalam hal ini Nabi terkenal dengan keumiyannya (buta huruf)[7]. Nabi merupakan orang yang sangat dipercaya, karena itu beliau disebut al- Amin, ketika beliau melihat keadaan disekitar beliau (ketika itu beliau berada di Makkah) sangat memprihatinkan, dalam hal perilaku, gaya hidup serta kerusakan-kerusakan yang lain, maka beliau pada waktu itu memilih untuk berkontemplasi, menyendiri dari keramaian dunia, untuk lebih mendekatkan diri pada sang pencipta.
Hal ini beliau lakukan karena beliau sering bermimpi, yang mimpi beliau menjadi kenyataan. Mimpi pertama kali itu beliau alami pada bulan Rabiul Awal, dan enam bulan setelah itu beliau diperlihatkan kembali mimpi yang serupa, yaitu mimpi bagaikan fajar menyingsing dengan terang. Wahyu turun kepada Nabi selama tiga belas tahun.

1. Aspek Pembelajaran PAI dalam surat al-Alaq ayat 1 sampai 5
a). Manusia sebagai Subjek dan Objek Pembelajaran
Dalam surat yang pertama kali diturunkan kepada nabi Muhammad, manusialah yang mendapat mandat sebagai peserta didik yang diberi pelajaran langsung oleh Allah dan pendidik untuk menyampaikan apa yang telah mereka terima, pernyataan di atas telah dinyatakan dalam penyebutan manusia dalam surat al-Alaq ayat ke-dua dan penyebutan manusia yang ke-dua kali dalam ayat yang ke-lima, penjelasan di atas
sesuai dengan yang dipaparkan oleh Sakip Mahmud, yaitu:
“Penyebutan kata manusia yang pertama, merupakan suatu ketetapan kalau manusialah yang dituju oleh al-Qur’an, manusialah yang diberi keterangan, petunjuk, ketetapan-ketetapan hukum melalui kitab yang diturunkan kepada mereka.” [8]
Manusia yang merupakan sasaran dari pembelajaran juga dipaparkan oleh Ahmad Nurwadjah, yaitu:
“Muhammad berperan sebagai seorang peserta didik, sebab beliau adalah orang yang mencari sesuatu petunjuk dengan jalan kontemplasi dan semangat yang cukup tinggi, peserta didik harus mempunyai semangat mencari ilmu yang cukup tinggi dan
mengawalinya dengan upaya menyucikan jiwa, sehingga muncul dalam dirinya sikap tawadhu’ yang akan memudahkan dirinya dalam pembelajaran.” [9]
Menurut M. Quraish Shihab, manusia merupakan objek dan subjek dari pendidikan, yaitu:
“Pengulangan iqra’ dimaksudkan agar Nabi lebih banyak membaca, menelaah, memperhatikan alam raya serta membaca kitab yang tertulis dan tidak tertulis dalam rangka mempersiapkan diri untuk terjun ke masyarakat.”[10]
Sedang menurut ‘Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim al- Baghdadi al-Khozin, manusia yang dimaksud disini yaitu:
Nabi Adam merupakan manusia pertama yang diberi pelajaran oleh Allah menurut satu pendapat, sedangkan menurut pendapat yang lain yaitu nabi Muhammad, Nabi akhir zaman yang diberi wahyu oleh Allah, bukan hanya sebagai peserta didik akan tetapi beliau dituntut menjadi pendidik.”[11]
Hal ini juga dijelaskan oleh Ibnu ‘Abbas, tentang manusia sebagai
subjek dan objek pendidikan, yaitu:
“Manusia yang dididik dalam ayat yang kelima dari surat al-Alaq ini, yaitu nabi Adam yang ditunjukkan dengan surat al-Baqaroh “Wa ‘Allama Aadam al-Asmaa Kullaha” pengajaran Allah kepada Nabi Adam dengan nama-nama barang yang berada di alam jagat raya.”[12]
Aam Amiruddin juga menjelaskan, yaitu:
“Pada ayat yang pertama ini dijelaskan perintah kepada manusia untuk selalu melakukan penelaah, perenungan, riset pada fenomenafenomena yang ada, ayat tersebut disertai dengan bismirabbikallazdi khalaq (dengan nama tuhanmu yang menjadikan) bertujuan agar pelaku dari membaca selalu melakukan kegiatan yang bersifat ilmiah dengan keikhlasan mencari ridha Allah, hal itu bertujuan agar mereka semakin membuat merasa kecil dihadapan Allah dan semakin sadar bahwa ilmu Allah itu sangat luas, tidak terbatas.”[13]


[1] Moenar Kholil, Al-Qur’an dari Masa ke Masa, (Solo: Ramadhani, 1994), hlm 1
[2]Teungku Muhammad Hasbi as-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’an Majid An-Nuur, Volume 5, tp. th,
hlm 4641
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan,Kesan danKeserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera
Hati, 2002), Volume 15 hlm 391
[4] Ibnu Katsir, Bidayah wa Nihayah, (Jaksel: Pustaka Azzam, 2008), hlm 157
[5] Sakip Mahmud, Mutiara Juz ‘Amma, (Bandung: Mizan, 2005), hlm 334
[6] M. Quraish Shihab, op. cit., hlm 391
[7] Abdurrahman bin Nashir as-Sa’diy, Tafsirul Karim a-Rahman fi Tafsir Kalam al-Minan, trj.
Abu Umar al-Maidani, (Solo: at-Tibyan, tp. th., ) hlm 186
[8] Sakip Mahmud, Mutiara juz Amma, (Bandung: Mizan anggota IKAPI, 2005), hlm 337
[9] Ahmad Nurwadjah, Tafsit Ayat-ayat Pendidikan, (Bandung: MARJA, 2007), hlm 201
[10] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan,Kesan danKeserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera
Hati, 2002),Volume 15 hlm 397
[11] Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Baghdadi, op. cit., hlm 461
[12] Ibnu Abbas, Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibnu Abbas, (Bairut: Darul Fikr), hlm 515
[13] Aam Amiruddin, Tafsir al-Qur’an Kontemporer, (Bandung: Khazanah Intelektual, 2004), hlm
238-239

Tidak ada komentar:

Posting Komentar